Mengembalikan Jati Diri Bangsa Indonesia
Mengembalikan Jati Diri Bangsa Indonesia - Sejenak kita flashback ke masa keadaan dimana pada peralihan tahun 1997-1998. Sebelum gerakan reformasi/demokratisasi merebak pada tahun 1998, persoalan persatuan dan kesatuan bangsa sangat intensif dan terpelihara. Masalah separatisme kedaerahan yang sempit pada saat itu dapat diredam dengan pendekatan stabilitas politik, dengan nuansa pembangunan pertumbuhan ekonomi yang secara artifisial cukup memuaskan, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) rakyat, disertai dengan sistem pemerintahan yang sentralistik.
Pada saat terjadinya krisis ekonomi yang dahsyat pada akhir tahun 1997, yang pada akhirnya tidak dapat diatasi dan kemudian disusul oleh krisis multidimensional akibat sinergi negatif antara krisis ekonomi dan keadaan sosial-politik yang tidak sehat, maka meledaklah ketidakpercayaan pada penguasa pada waktu itu, sehingga Orde Baru jatuh dan digantikan oleh Era Reformasi.
Salah satu side effect runtuhnya Orde Baru, adalah berkembangnya sikap skeptis terhadap ideologi bangsa Pancasila akibat trauma atas pendekatan doktriner P4 (Eka Prasetya Pancakarsa) yang menjadikan Pancasila kurang mencerminkan keseimbangan perlindungan antara moralitas institusional, moralitas sosial dan moralitas sipil dan bahkan menjadikan Pancasila sebagai ideologi tertutup di luar penafsiran nilai-nilai yang diformalkan.
Jati Diri Bangsa Indonesia
Nasionalisme adalah sebuah konstruksi yang dibangun dan dipelihara secara posteriori, dimana sejarah perjuangan bangsa yang penuh heroik dalam mencapai kemerdekaan 17 Agustus 1945 menjadi salah satu bagian konstruksi yang terpenting. Hal inilah yang menjadi perekat integrasi bangsa selama 64 tahun. Sebagai suatu konstruksi posteriori, maka nasionalisme harus dijaga, dipelihara, dan dijamin mampu menghadapi perubahan zaman. Selain itu, nation sebagai suatu yang “imagined” adalah entitas abstrak yang berisikan bayangan, cita-cita, dan harapan bahwa nation akan tumbuh makin kuat dan mampu memberikan perlindungan, kenyamanan, dan kesejahteraan hidup. Selama 64 tahun imajinasi itu hidup dan terpelihara, rakyat terus menggantungkan harapan bahwa suatu saat kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan itu akan terwujud.
Namun, pertanyaan besar adalah seberapa lama dan kuat harapan-harapan itu bertahan? Bagaimanapun, harapan-harapan itu ingin disaksikan dalam wujudnya yang nyata oleh bangsa kita. Secara internal kita berhadapan dengan fenomena meningkatnya kemiskinan, korupsi, konflik kepentingan partai dan golongan, kesenjangan sosial-ekonomi, ketidakpastian pelaksanaan hukum, jurang generasi, dan banyak lagi, secara eksternal kita menghadapi fenomena global, seperti liberalisasi ekonomi, memudarnya ideologi, dan meningkatnya komunikasi lintas batas negara dan kebudayaan.
Tantangan internal dan eksternal tersebut niscaya mempengaruhi kadar dan muatan nasionalisme kita. Nasionalisme kita hanya akan dapat dijaga dan dipelihara apabila kita secara konsisten berupaya keras untuk meminimalisasi jika mungkin menghilangkan fenomena internal di atas sehingga cukup kuat berkontest dengan bangsa-bangsa lain. Barangkali ini adalah upaya yang jauh lebih keras dan berat dibandingkan bangsa-bangsa lain karena Indonesia adalah negeri majemuk terbesar di dunia. Serta kita juga paling rentan terhadap perpecahan dan disintegrasi.
Dengan memudarnya nasionalisme, maka musuh bangsa yang paling utama sekarang ini adalah bukan penjajah, bukan pula sikap ekspansif atau sikap agresor negara tetangga, melainkan birokrasi yang korup, ketidakadilan, ketidak merataan ekonomi dan politik, kemiskinan, kekuasaan yang sewenang-wenang dan sebagainya. Seluruh permasalahan tadi yang tidak diselesaikan lewat jalur hukum hingga tuntas, ketidakadilan antara pusat dan daerah dan sebagainya harus menjadi perhatian serius.
Pengaruh Globalisasi Terhadap Jati Diri Bangsa
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-hari anak muda sekarang. Contoh sederhana dari cara berpakaian banyak remaja-remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas-jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda, internet sudah menjadi santapan mereka sehari-hari. Jika digunakan secara semestinya tentu akan memperoleh manfaat yang berguna. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misalnya saja untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu Hand phone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan hand phone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak tahu sopan santun dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya generasi muda bangsa ini? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkhis antara golongan muda.
Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki rasa nasionalisme ?
Langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap jati diri bangsa antara lain:
- Menumbuhkan semangat untuk mencintai produk dalam negeri, adat istiadat dan budaya.
- Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya.
- Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama yang dianut dengan sebaik-baiknya.
- Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil-adilnya.
- Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
Lihat juga Beritajitu.com
5 Comments:
Assalamu'alikum,
Semoga dengan ke lima langkah yang diuraikan diatas kita bisa berhasil menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap jati diri bangsa. Saya setuju kita tukeran link, setelah ini, blognya akan segera saya link. Selamat Idul fitri 1 Syawal 1430 H, mohon maaf lahir batin (Dewi Yana)
ayo kita mengembalikan jati diri bangsa kita
Thanks ya ...
Mengembalikan Jati Diri Bangsa | Bisnis Tiket Pesawat
SALAM KENAL YA, PAK
TETAP SEMANGAT
Ayo kembalikan Jati diri Indonesia
www.katalog-bisnis-online.blogspot.com
Post a Comment
Please leave your comment. SPAM COMMENT WILL BE REJECTED!